Tentang sakit di Jepang

Hi all 🙂

Di Jepang udah mau memasuki musim dingin, dan suhu udara Desember tahun ini jauh jauh lebih dingin dibandingkan tahun lalu, suhu udara yang tadinya masih di 14 derajat celcius tiba-tiba drop minggu lalu ke antara 6-8 derajat celcius. Dingiiiin banget..

Bulan November sampai awal Desember kemarin bisa dibilang salah satu bulan tersibuk aku karena..

  • Ada 2 conference, salah satunya di Indonesia, dan aku baru landing di Tokyo hari senin pagi jam 7, dan langsung ke kampus — cuma mampir ke dorm buat mandi dan naro koper. I swear I will not do this anymore.. sungguh melelahkan
  • Ada zemi yang research method aku berubah total di H-13 presentasi
  • Ada JLPT alias uji kemampuan bahasa jepang
  • Ada deadline laporan penelitian buat salah satu pemerintah Jepang
  • Lumayan banyak jalan-jalan karena mau liat daun2 musim gugur.. hehe

Karena aku ngerasa sehat-sehat aja, aku bolos minum vitamin, sarapan juga seadanya aja beli roti di sevel, sering makan yang instan instan karena emang sama sekali gak ada waktu– and I almost did not have time for myself on the weekend. Karena weekend pasti jalan, biasanya aku punya 1 hari day off atau malah sabtu minggu ya bener-bener day off diem di rumah buat cuci baju dan kerjaan domestik lain.. oiya! dan masak makanan Indonesia buat naikin mood 😛

Hari kamis kemarin tanggal 4-12-19, mulai berasa hidung mampet dan tenggorokan sakit, dan jumat kemarin tepar akhirnya setelah jadi guide buat anak-anak SMA yang lagi pertukaran pelajar ke kampusku, jam 2 siang akhirnya aku ambil half day off dari lab dan buru-buru ke klinik setelah reservasi via telefon.

NAH.. kalo sakit di Jepang, gimana ya?

Berdasarkan pengalamanku, aku pernah ke dua jenis klinik. Pertama adalah ke klinik yang full japanese dan kedua adalah dimana staff dan dokternya bisa ngomong bahasa inggris fluently! Mari aku ceritakan pengalamanku satu-satu..

  1. Klinik full japanese di dekat Korakuen Station: Datang tanpa reservasi dulu, dan harus isi formulir yang isinya tentu saja full kanji Jepang, jangan lupa juga untuk cek suhu tubuh di rumah (biar cepat isi formulirnya). Kemudian, langsung diperiksa dokter, anyway disini diperiksa gapake tiduran di kasur gitu.. cuma duduk aja. Selesai pemeriksaan, langsung bayar biaya konsultasi dan obatnya bisa ditebus di drug store terdekat (enggak gabung sama klinik yah)
  2. Klinik full english namanya Koishikawa International Clinic dekat Hakusan Station: Datang baiknya reservasi dulu via telefon, seluruh formulir dalam bahasa inggris, pemeriksaan sama aja kayak klinik yang full japanese, tapi obat bisa ditebus di klinik langsung.

Oh iya, mengenai harga.. totalnya sama aja kok (kalau enggak salah), untuk obat dan biaya konsultasi itu 1900 yen atau sekitar 200 ribu rupiah, itu karena aku punya kartu asuransi kesehatan Jepang jadi dapat potongan harga 🙂

Jaga kesehatan ya semuanya!

Watching orchestra in Tokyo

Hi!

Kali ini kembali cerita tentang kegiatan di weekend, tapi pertama-tama mau curhat dulu akhir-akhir ini cukup happy karena akhirnya liburan semester, walaupun research tetep jalan tapi setidaknya enggak ada zemi dan enggak ada kelas—tapi yang gak bisa dimengerti, tetep berasa ada invisible pressure yang ngewajibin ke lab di waktu core time (11.00 – 17.00), jadi enggak berasa banget libur gitu.

But anyway! Weekend kemarin cukup berbeda dari weekend biasanya, karena aku mencoba nonton konser, bukan bintang konser biasa.. tapi nonton konser orkestra, sungguh sebagai orang yang suka denger musik (termasuk musik klasik juga kalo lagi belajar), ini adalah pengalaman pertama nonton orkestra langsung alias live di gedung pertunjukan, dan Alhamdulillah-nya gratis dan di Tokyo pula hehe.. Thanks to Kak Uli yang mensponspori tiket nontonnya hehe..

Acara mulai jam 15.00 dan open gate jam 14.30, lokasinya di Bunkamura di daerah Shibuya, Tokyo, dan kita mepet banget datengnya akibat keasikan belanja di Ueno dan pake acara menerka-nerka dulu lokasinya dimana lewat google maps, di dalem hati sempet terbersit “kenapa di weekend aja kita buru-buru yah..” tapi untungnya bisa nyampe tepat waktu alias 2 menit sebelum pintu pertunjukan ditutup

Sebuah kesalahan adalah.. hari itu aku pake ripped jeans dan sweater item, meanwhile orang-orang datang dengan dandanan yang sungguh classy, untungnya lagi winter dan coat yang aku pake cukup rapi, jadi enggak terlalu mencolok kesalahkostumannya :”)

Begitu konser dimulai, kita dilarang mengambil gambar ataupun merekam video, dan mereka juga mematikan sinyal HP ala-ala kalo kita nonton di bioskop, bagus juga.. jadi semua orang fokus nonton, yang aku kagumi juga adalah.. penonton enggak ada satupun yang bersuara.. semuanya hening, dan baru batuk-batuk saat break antara satu lagu ke lagu lain :”

Sebagai orang awam yang enggak begitu paham sama music klasik, menurutku konsernya sendiri bagus.. selama konser berasa lagi di dalem film disney princess :”) lagu yang dimainkan itu adalah lagunya Gustav Mahler: Symphony No.9 in D major dan ada empat lagu selama 80 menit.

A Sunday well spent 🙂 semoga ada kesempatan nonton orkestra lagi!

Jeruk dan Paper

Salah satu hal yang makin kesini makin aku sadari adalah, tingkat keramahan (+ kebahagiaan) d*sen alias s*ns*i itu berbanding lurus sama progress ngelab + paper kita, kayaknya kalo dimasukin ke excel, nilai R kuadratnya ampir mendekati 1 saking eratnya itu korelasi 🙂

Masalahnya, tingkat kebahagiaan s*ns*i itu juga erat korelasinya dengan tingkat kebahagiaanku sebagai mahasiswa 🙂 jadi semacam siklus yang kalo digambarin adalah:

progress bagus -> s*ns*i happy -> aku happy

terus kalo mau happy artinya mesti rajin ngelab & rajin ngepaper dong? bisa dibilang gitu walau kebahagiaan ini gak cuma dipengaruhi parameter ‘s*ns*i’ aja.. tapi semangat juga rasanya turun naik, kadang ada masanya rajin banget ada masanya capek dan mau break sejenak, manusiawi lah ya.. *berusaha memanusiawikan kemalasan*

back to the topic soal jeruk!

karena minggu lalu akhirnya aku berhasil submit full paper ke s*ns*i :’D sikap doi manis banget akhir-akhir ini, dan kemarin dia bawa sekotak coklat dan jeruk, seraya menawarkan “makan gih jeruknya, suka deh pasti kamu”. BAHAGIA dong.. sampe tiba-tiba..

JERUKNYA BUSUK DONG :’D

ada aja ya emang drama-nya.. berakhirlah nasib si jeruk di tong sampah hazardous waste lab.

sekian blabbering tidak penting ini.. just to preserve any memories in my mind here 🙂

see ya!

Writing from Lab

Japan,

 

It’s (just) been almost seven months. Thank you for all the challenges that built my character, thank you for all the hard times that made me appreciate good times

All the things which I would never get if I didn’t leave my comfort zone

Still 1,5 years to go

Looking forward for more? Am I?